NAGEKEO - Belasan hektare sawah di KM II.3 Tengah (Dhawe) Desa Marapokot, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo tarancam gagal tanam tepat waktu akibat sistem pengairan tersumbat tumpukan material sisa dari padat karya pengerjaan saluran tersier tahun 2021 lalu.
Pengerjaan saluran irigasi bukannya membantu justru menyisahkan keluh kesah bagi petani. Betapa tidak, pembersihan sisa-sisa meterial menggunakan alat berat yang selalu diusulkan para petani terdampak termasuk ketua P3A kepada Pemkab Nagekeo melalui dinas terkait, malah tak kunjung disikapi.
Hal itu disampaikan Yohanes Tage ketua P3A KM II.3 Tengah kepada wartawan, Kamis (24/02/2022) kemarin sore sembari mendampingi Ketua Komisi III DPRD Nagekeo meninjau lokasi tersumbatnya sistem pengairan di jalan inspeksi sekunder I tengah.
Disela mendimpingi Ketua Komisi III DPRD Nagekeo, Yohenes berujar, agar sawah tetap diolah, petani di KM itu inisiatif membobol kembali saluran tersebut guna mendapat suplai air ke lahan mereka.
Dirinya juga mencatat, ada 11 hektare lahan sawah di KM II.3 Tengah saat ini yang sedang membutuhkan air untuk dikelola
"Pekerjaan padat karya kemarin, orang yang drop meterial ada bawa batu besar tutup saluran. Karena sulitnya air tidak bisa masuk ke lahan sawah sebagai dampaknya saluran yang sudah permanen, petani terpaksa harus pecahkan kembali, " ungkapnya.
Disamping itu, Yohanes juga mengapresiasi Pemkab Nagekeo yang telah memberikan jatah peningkatan saluran irigasi di KM II.3 Tengah. Akan tetapi kata Yohanes, dalam peningkatan saluran itu jangan menjadikan sisa meterial sebagai konsekwensi ataupun pekerjaan rumah untuknya selaku Ketua P3A.
Sebab, hal itu telah berulang kali ia sampaikan kepada dinas terkait bahwa untuk memindahkan atau membersihkan meterial berupa batu besar dan tanah yang telah mengeras dari saluran, harus melibatkan alat berat tidak bisa menggunakan tenaga manusia.
Baca juga:
Petani dan Penyuluh Sambut Baik Program KUR
|
"Mereka drop meterial waktu itu, kami disuruh untuk memindahkan. Akan tetapi meterial itu banyak campuran batu ukuran besar sehingga tidak kalau bisa menggunakan tenaga manusia itu harus alat berat, " mengakunya.
Sementara itu, Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Nagekeo Antonius Moti mengatakan, bahwa, persoalan yang terjadi di saluran irigasi KM II.3 Tengah, Pemkab Nagekeo lalai dan juga lamban mengambil sikap merespon permintaan yang telah disampaikan petani.
"Kelalean pemerintah untuk merespon cepat bagaimana permintaan petani. Ini masalah soal bagaiamana kehidupan. Padahal petani sudah usul melalui PPL, Dinas Pertanian, beberapa kali supaya persoalan harus bisa diatasi, " katanya.
Dia menambahkan, demi membela hidup tentu petani melakukan berbagai cara agar dapat mengola sawah mereka termasuk membuat jebol saluran permanen itu.
Lanjut Anton, Pemkab Nagekeo harusnya segera merespon permintaan para petani di wilayah itu sehingga persoalan 11 hektare lahan sawah yang tak dialiri air dan terancam gagal tanam tepat waktu itu, bisa teratasi.
"Ketika mereka (Pemkab Nagekeo red-) terlambat respon artinya otomatis dengan berbagai cara untuk membela hidup petani harus lakukan termasuk membuat jebol saluran permanen ini. Tanggung jawab pemerintah untuk bagaimana secepatnya saluran itu dibersihkan dari tumpukan sisa-sisa meterial sehingga masalah lahan sawah ini bisa ailiri secara baik, " pinta ketua komisi membidangi pertanian itu.
Anton juga menyarankan, Pemkab Nagekeo sebaiknya meninjau kembali program tutup air yang telah diwacanakan sebelum semua persoalan teratasi secara baik terutama persoalan air di lahan sawah di KM II.3 Tengah.
"Jadi saran saya dengan program tutup air ditinjau kembali, bereskan semua dulu. Okelah bisa tutup di sekunder lain silahkan, tetapi untuk yang di wilayah ini (KM II.3 Tengah red-) kebetulan ada 11 hektare pengolahannya agak tersendat akibat persoalan di saluran tadi yang belum dilakukan pembersihan, supaya dimundur dan ditinjau dulu tutup air sambil dilakukan pembersihan secara baik oleh pemerintah dan apabila petani sudah rasa nyaman, itu baru boleh, " saran Anton.